Duiddo Imani Muhammad, Wisudawan Termuda UGM Raih Gelar Sarjana di Usia 20 Tahun

1 week ago 14
ARTICLE AD BOX

YOGYAKARTA - Menyandang predikat wisudawan termuda di Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah sebuah pencapaian luar biasa yang berhasil diraih Duiddo Imani Muhammad. Pada Rabu (27/8) lalu, Oi, sapaan akrabnya, resmi menyandang gelar sarjana di usianya yang baru menginjak 20 tahun. Sebuah rekor yang mengalahkan rata-rata usia kelulusan mahasiswa S1 UGM yang biasanya mencapai 22 tahun 6 bulan 15 hari.

Tak hanya memecahkan rekor usia, Oi juga menunjukkan ketekunan luar biasa dengan menyelesaikan pendidikan sarjana hanya dalam waktu 3 tahun 7 bulan. Prestasi akademisnya pun tak main-main, ia berhasil meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3, 64 dari Fakultas Hukum UGM.

Bagaimana rahasia Oi bisa menorehkan prestasi gemilang ini di usia yang begitu muda? Ternyata, perencanaannya sudah matang sejak masa SMA. Ia menyadari betul pentingnya merencanakan karier sejak dini. Ketertarikannya pada dunia hukum tumbuh kuat, terinspirasi dari jejak kedua orang tuanya yang juga memiliki latar belakang di bidang hukum.

Sejak bangku SMA, Oi sudah membulatkan tekad untuk menjadi seorang notaris. Keputusannya ini diperkuat dengan mengikuti program akselerasi di SMA, yang membuatnya hanya memerlukan waktu dua tahun untuk menyelesaikan pendidikan menengah. "Saya masuk SD di umur 5 tahun 7 bulan dan ikut akselerasi pas SMA lewat program Kelompok Belajar Cepat, " ungkapnya, mengutip dari laman UGM, Jumat (5/9/2025).

Kesungguhan Oi dalam mengejar cita-citanya terbukti dari langkah-langkah konkret yang ia ambil. Ia tak ragu untuk magang di kantor notaris dan bahkan menerbitkan artikel jurnal yang membahas kekosongan hukum dalam praktik Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) elektronik.

Dalam artikelnya, Oi secara tajam menyoroti tantangan hukum yang dihadapi notaris di era digital. Ia mengemukakan adanya potensi konflik hukum ketika notaris, yang secara tradisional berhadapan langsung dengan klien, kini harus menyesuaikan diri dengan praktik RUPS yang dilaksanakan secara elektronik.

"Di undang-undangnya seperti itu. Sedangkan RUPS ini kan sudah bisa dilaksanakan secara elektronik sehingga ada tabrakan. Ada kekosongan hukum mengenai pengaturan notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta tapi harus fisik, " jelasnya.

Di luar kesibukan akademik, Oi juga aktif berkontribusi dalam organisasi kemahasiswaan di Fakultas Hukum UGM, yaitu DEMA Justicia. Pengalaman berorganisasi ini memberikannya pelajaran berharga mengenai kepemimpinan dan esensi menjadi mahasiswa UGM yang merakyat dan rendah hati.

"Saya mendapatkan pengalaman sebagai pemimpin, pengalaman sebagai mahasiswa UGM yang seharusnya merakyat, yang seharusnya humble ya. Jadi, di organisasi itu, saya semua dapat, " tuturnya.

Skripsinya pun menjadi bukti kepeduliannya terhadap isu-isu sosial terkini. Oi memilih topik mengenai perubahan status tanah Surat Ijo menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) di Kota Surabaya. Ia melakukan analisis mendalam tentang bagaimana tanah milik Pemerintah Kota Surabaya yang ditempati warga dapat dialihkan status hukumnya demi memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

"Nah, jadi aku bahas apakah mungkin tanah dari Pemkot Surabaya itu bisa dialihkan menjadi tanah hak guna bangunan, " ujarnya.

Meskipun dihadapkan pada berbagai kendala selama proses penelitian, pengalaman Oi dalam berorganisasi ternyata menjadi modal penting. Kemampuannya dalam manajemen keputusan membantunya menyusun strategi yang efektif untuk memperoleh data yang dibutuhkan.

Di balik segala pencapaiannya, Oi tak lupa berbagi pesan inspiratif bagi generasi muda. Ia menekankan pentingnya untuk tidak mudah terombang-ambing oleh fenomena fear of missing out (FOMO) di era yang serba cepat ini. Menurutnya, setiap individu memiliki waktu dan jalannya masing-masing untuk meraih kesuksesan.

Ia juga berpesan agar senantiasa menjaga kesehatan mental, fisik, dan pikiran.

"Terus semangat, pantang menyerah dan jangan lupa adaptif, " pungkasnya. (Warta Kampus)

Read Entire Article
Penelitian | | | |