Analisis: Kenaikan PPN 12% dan Efeknya Terhadap Industri Sepak Bola Indonesia

1 month ago 62
ARTICLE AD BOX

BolaSkor.com - Masyarakat Indonesia sedang cemas, kesal, hingga lesu, tatkala mendengar berita soal Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Pajak pertambahan Nilan (PPN) 12 persen terhitung pada 1 Januari 2025 mendatang. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dengan begitu, masyarakat akan merogoh kocek lebih dalam untuk membeli baik barang dan jasa, selain sembako dan beberapa barang yang diklasifikasikan tidak terkena pajak.

Dikutip dari Antara, barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12% adalah layanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan kategori premium, termasuk layanan VIP, institusi pendidikan bertaraf internasional atau layanan pendidikan premium biaya tinggi, konsumsi listrik rumah tangga dengan daya 3.600-6.600 VA, beras premium, buah-buahan kategori premium, ikan berkualitas tinggi seperti salmon dan tuna, udang dan crustasea mewah, misalnya king crab, dan daging premium seperti wagyu serta kobe yang memiliki harga jutaan rupiah.

Baca Juga:

Pelatih Persija Carlos Pena Ikut Sedih Timnas Indonesia Gagal di Piala AFF 2024

Timnas Indonesia Tersingkir dari Piala AFF 2024, Shin Tae-yong Gagal Bentuk Sistem Bermain

Pengamat Ini Minta STY Mundur karena Tambah Catatan Hitam Timnas Indonesia di Piala AFF

Koreografi Bonek untuk menyambut kedatangan Jakmania. (BolaSkor/Arjuna Pratama)

Adapun barang dan jasa yang tak terkena PPN 12% adalah kebutuhan bahan pokok, seperti minyak kita keluaran pemerintah, beras lokal, daging ayam-sapi lokal, bawang merah, gula pasir, cabai, bawang putih, jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, dan jasa asuransi.

Pemerintah juga menerapkan pembayaran cashless atau qris juga terkena PPN 12 persen. Ini sebuah kejutan dari barang dan jasa yang terkena PPN 12%.

Lalu bagaimana pengaruh kenaikan PPN 12 persen terhadap industri sepak bola Indonesia?

Peneliti Ceneter of Economic and Law Studies (Celios), Galau D Muhammad, mengatakan kebijakan PPN 12% sangat berdampak signifikan terhadap industri hiburan, seperti sepak bola dan olahraga lainnya. Menurutnya, PPN 12% berisiko mengurangi konsumsi rumah tanggal hingga mencapai Rp40 triliun per tahun.

"Kondisi ekonomi kita tidak baik-baik saja, berdasarkan data kami, konsumsi rumah tangga turun 4,91 persen per tahun, bahkan -0,48% per triwulan. Dengan adanya PPN 12%, kebutuhan primer naik, harga-harga naik, kapasitas keuangan semakin menipis, kekurangan daya beli non esential seperti hiburan, perjalanan, dan barang mewah,' kata Galau kepada BolaSkor.com.

Harga Tiket dan Merchandise Naik, Imbas Biaya Operasional Tim Naik

Galau merinci, imbas PPN 12% mulai terasa ketika sebuah klub harus menaikan biaya operasional tim. Sehingga, tiket dan merchandise resmi harus mengalami kenaikan harga. Ini dikarenakan ada barang dan jasa yang terkena PPN 12%.

"Kita ambil contoh klub ya, yang merupakan sebuah pt, bukan Timnas Indonesia yang dikelola PSSI. Kondisi biaya operasional klub di Indonesia ini mahal. Banyak faktor yang memengaruhi, misalnya geografis. Menurut data kami, ambil contoh klub Liga 2, rata-rata operasional satu musim kompetisi, klub papan bawah dan tengah itu menghabiskan Rp4-6 miliar. papan atas Rp5,4-12 miliar. Apalagi biaya operasional klub Liga 1. Imbas PPN 12%, pasti biaya operasional mereka naik," ujar Galau.

"Otomatis klub menaikkan harga tiket dan merchandise resmi. Klub pasti menghitung kembali dengan kenaikan PPN 12% terhadap biaya operasional tim yang naik, lalu menaikkan harga tiket serta merchandise."

"Apalagi dalam menjual merchandise di e-commerce, pasti ada double tax. Tiket pun begitu, pasti ada penambahan pajak ketika menggunakan platform digital misalnya," tambahnya.

UMKM Sepak Bola Indonesia Melemah

Galau mengatakan, dengan kenaikan tersebut otomatis konsumsi rumah tangga di bidang hiburan akan menurun, termasuk soal industri sepak bola Indonesia. Para pembeli lebih mengutamakan untuk konsumsi rumah tangga bahan-bahan pokok.

"Suporter ini merupakan subject yang rentan terkena imbas PPN 12%, yakni golongan menengah. Dengan adanya PPN 12%, kenaikan pengeluaran individu kelas menengah akan naik sebesar Rp345 ribu per bulan, dalam satu tahun hampir Rp4,3 juta," kata Galau.

"UMKM yang menjual merchandise juga akan kehilangan pembeli. Daya beli suporter tentu menurun, dalam membeli merchandise, tiket, hingga langganan streaming. Ketiga ini berpotensi menghadirkan double tax" lanjutnya.

Ilustrasi Liga 1. (LIB)

Klub Bisa Bangkrut

Galau menegaskan, kenaikan PPN 12% sebagai warming sebuah klub untuk terus menggenjot penghasilan dari sponsor. Klub harus struggle kalau tidak mau failed.

"Soal transfer pemain pasti juga ada potensi double tax yang signifikan. Pasti (ada potensi failed). Semoga profesionalitas Liga (PT Liga Indonesia) bisa mencari jalan keluar, agar jangan sampai PPN 12% ini bisa mematikan sepak bola Indonesia," tutupnya.

Peran PSSI dan PT Liga Indonesia

Dengan kenaikan PPN 12%, PSSI harus berperan sebagai regulator sepak bola Indonesia. Dalam hal kompetisi, PSSI harus menemukan formula format kompetisi, agar biaya operasional tim tidak terlalu membengkak. Misalnya, memberlakukan 2-3 wilayah.

PT Liga Indonesia harus kerja lebih ekstra lagi dalam mencari sponsor, mengingat ini akan bermanfaat bagi subsidi klub. Dengan biaya operasional yang naik, imbas PPN 12%, klub pasti membutuhkan subsidi untuk menunjang segala operasional.

Dalam hal Timnas Indonesia, PSSI mau tidak mau hanya menjaga stabilitas harga tiket agar tidak terlalu naik melejit, serta menambah sponsorhip. Maklum saja, harus diakui cost Timnas Indonesia sangat besar baik operasional tim hingga penyelenggaraan pertandingan kandang. Butuh sifat kewajaran dari para suporter Timnas Indonesia terkait hal ini.

3 Paragraf Terakhir Merupakan Analisis Penulis

Read Entire Article
Penelitian | | | |